Selasa, 31 Agustus 2010

I found them LATELY enough

Seorang tidaklah dapat berarti banyak tanpa mekanisme pendewasaan yang ada didalamnya-Angelia,2010


Kehidupan internal kampus menurut saya, cukup kompleks untuk di uraikan, ketika memasuki kehidupan kampus, seketika saya merasa "Oh man! This is what should we call REAL life!". Problematika kampus saya yang notabene adalah kampus demokrasi, dimana grafik tarik ulur sungguh amat nyata terasa, bagaimana ketika suatu pemberitaan di media tentang pemerintahan bisa memanaskan situasi kampus. Bagaimana solidaritas antar jurusan mengakhiri persoalan sepele bahkan masalah cinta semata. Tapi inilah jalan saya, jalan saya dalam kapal pendidikan Fakultas,(baca;FISIP).

Tapi disisi lain, saya seolah kehilangan jati diri ketika saya ditanya masalah religiusitas. Memang benar adanya saya bukan tipikal orang yang fanatisme tinggi pada sebuah religius. Saya tipikal orang yang cenderung menunjukkan aksi, bukan sekedar persepsi semata.

Dua semester sudah kapal religiusitas saya terombang ambing gak jelas arahnya, gak jelas karyanya, gak jelas kaptennya. Sampai akhirnya 2 minggu yang lalu, tepat tanggal 17 Agustus 2010, saya seketika membelokkan kapal religiusitas saya ke arah yang tepat. Ajakan seorang teman yang selama ini saya hiraukan seketika menjadi sebuah penyesalan besar bagi diri saya sendiri.

Gobloknya kamu fannn..kenapa gak dari dulu kamu nemuin jalan ini???"kata saya pada diri saya sendiri.

Sampai hari, ini, genap dua minggu saya berkiprah di sebuah kapal besar bernama St. Aloysius Gonzaga sebuah kapal dengan misi besar, sebesar misi kapal Mavi Marmara yang di hadang oleh tentara Israel. Kapal besar ini ketika saya temui sedang dalam masa maintenance dibawah kapten kapal Bimo Aryotejo dan wakil kaptennya Dominicus Enjang, yang sudah saya kenal baik sebelumnya.

Ketika saya masuk kapal ini, saya benar benar merasa memiliki semua bagian dari kapal ini, termasuk awak awak kapalnya. Saya benar benar jatuh hati pada kapal St.Algonz ini. Kapal ini tidak mewah, juga tidak indah, namun suasana didalamnya benar benar menggelitik saya untuk menarik orang supaya dapat merasakan apa yang sedang saya rasakan ini.

Seketika saya bertemu dengan kawan lama saya, Astri bahkan kalau di kelompok 8 dulu kita konco plek! sak plek plek e pokok e *.Ehh ternyata dia sudah awak kapal level atas, yaa kira kira tu bisa dibilang supervisor gitu... Ya ampunnn
telat banget gueehhh..Langsung pada saat itu juga saya berkomitmen dengan diri saya, inilah tempat saya, walau hanya bisa menjadi supporting actor disini tapi besar hitungannya di Surga nanti. Toh ini bukan kegiatan teoretis seperti apa yang saya benci, tapi ini langkah kongkrit yang perlu saya ambil.

Tak selang beberapa lama, saya bertemu dengan seorang motivator ulung bernama Ronny a.k.a Gerry ato siapapun samarannya seketika itu pula semangat saya mengembalikan posisi kordinat kapal ini ke arah yang sebenarnya semakin membara, entah terpengaruh faktor saya adalah mahasiswa berlatar belakang politik atau apalah namanya, tapi bukan itu juga. Sebagai mahasiswa FISIP yang notabene peta politiknya rumit untuk dimengerti, saya cenderung orang yang pasif, tapi karena sense of belonging saya sudah ada, motivasi itu jadi api yang membara cukup besar dalam diri saya, setidaknya memotivasi saya untuk menggerakkan kapal ini bersama seluruh awak dan kaptennya ke arah yang lebih baik

mari para awak kapal ST.Algonz, kita kembali ke kordinat kita secara konkret.
Salam damai Kristus







*subtitle Indonesia: kita teman dekat! sedekat-dekatnya.

Selasa, 29 Juni 2010

Foreign policy dan decision making process?

Politik luar negeri pada dasarnya adalah kebijaksanaan suatu negara yang ditujukan ke negara lain untuk mencapai suatu kepentingan tertentu sebagai perangkat formula, nilai, sikap, arah serta sasaran untuk mempertahankan, mengamankan, terlebih memajukan national interestnya dalam tatanan dunia (Perwita,2005:47). Namun tak dapat dipungkiri pula bahwa dalam proses pembuatannya, politik luar negeri berbiimplikasi secara langsung juga pada politik dalam negeri negara tersebut. Meski, dalam pelaksanaanya sungguh berbeda, agak rumit untuk dijelaskan namun yang perlu di tekankan disini adalah, politik luar negeri dan politik dalam negeri adalah dua hal yang berbeda dengan jelas, namun keterkaitannya satu sama lain tidak dapat dielakkan lagi dengan jelas. Berikut beberapa faktor dalam keterkaitannya tentang sumber keputusan tentang kebijakan luar negeri (decision makers of foreign policy) yang dibagi oleh Rousenau kedalam 5 faktor utama:

Faktor individual, model ini menjelaskan bahwa karakteristik psikologi dan predeliksi (kegemaran) dari seorang pemimpin politik berpengaruh secara langsung terhadap output decisionnya. Akan tetapi variabel karakteristiknya menjadikannya sangat susah untuk diukur. Seorang psikiater Erich Fromm, menyimpulkan bahwa seorang pemimpin yang otoriter lebih mudah direfleksikan kepada semua hasil keputusannya daripada seorang pemimpin yang demokratis yang melulu harus mengikuti pola check and balance pemerintah, pers yang bebas, kekuatan parlemen atau kongres, opini public, atau pun kelompok penekan lainnya. Sehingga pola kebijakan politik di negara demokratis menjadi lebih susah di tebak melalui perspektif individual ini(Couloumbis,1981:129)

Lebih spesifik Robert Jervis menjelaskan, seorang individu lebih krusial terhadap resiko penyalahgunaan kekuasaan dalam pengambilan keputusan, karena seorang individu lebih berpotensi menggunakan emosi dan ego nya dalam mengambil keputusan daripada menghasilkan keputusan yang bersolusi alternative (Kauppi,1987:207).

Irving L Janis menjelaskan tendensi untuk tekanan sosial dalam proses pengambilan keputusan adalah sebuah model efektif yang menggabungkan pemikiran banyak orang dalam mengahadapi persoalan bersama dan menyimpulkan sebuah keputusan sebagai landasan untuk memberikan respon balik. Seperti pada kasus teluk Babi di Kuba, kebijakan Amerika untuk ikut andil dalam perang di Korea dan Vietnam adalah contoh nyata dimana dibalik semua kebijakan luar negeri yang dihasilkan dilatar belakangi oleh keputusan bersama beberapa orang secara rasional dan kritis dengan maksud memberikan tekanan terhadap lawannya.

Faktor bureaucracy pertama diperkenalkan oleh Allison dalam studinya tentang krisis Kuba, dan sering dimaknai mirip bahkan disamakan dengan model organisasional padahal nyatanya model ini lebih fokus ke pada peranan tiap-tiap unit, bukan kepada struktural. Menurut Allison, model ini juga lebih fokus kepada interaksi antar organisasi dalam hal bargaining dan competing preferences, tapi bukan dalam artian secara keorganisasian namun lebih menjelaskan tarik ulur politiknya(xx,yy:zz).

Menjadi lebih structural daripada model grup, disini opini perseorangan yang bebas didalam kelompok tersebut lebih di strukturkan. Lebih jauh, Hence menjelaskan bahwa model ini adalah gabungan dari aktor individual dan aktor organisasi yang dalam pencapaiannya diperlukan forum forum terbuka(xx,yy:zz).

Model ini menekankan pada peranan banyak birokrat yang terlibat dalam proses politik luar negeri dan tidak memfokuskan hanya pada akot pembuat keputusan luar negeri suatu negara saja (Perwita,2005:66). Pada model ini, pemerintah dipandang sebagai sebuah organisasi besar yang terdiri dari banyak individu dan organisasi yang lebih kecil didalamnya. Para birokrat bertanggung jawab dalam pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan sehingga mereka juga dapat mempengaruhi implementasi terhadap politik luar negeri yang mereka buat. Sehingga, politik luar negeri disini dianggap bukan produk rasionalitas seseorang melainkan produk dari hasil berbagai perundingan (bargaining), kompromi (compromise), dan penyesuaian (adjustment).

Faktor National system, justru lebih cenderung merujuk kepada atribut nasional yaitu elemen elemen power yang ada di suatu negara. Namun tidak hanya itu, kepadatan penduduk, ataupun elemen power yang lainnya dapat dimaksukkan dalam factor ini. Sistem politik, ekonomi, dan sosial suatu negara juga merupakan atribut nasional suatu negara yang sangat besar pengaruhnya dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri suatu negara. Karena variabel nasional sedemikian luasnya sehingga gabungan dari banyak factor kecil tersebut dapat membawa dampak yang besar bagi eksistensi suatu negara, sehingga diperlukan sikap yang pragmatis dan taktis dalam pencapaian keputusan pada saat yang bersifat krisis. Karena tidak memungkinkan untuk mengambil tindakan perbaikan ditambah lagi adanya tekanan dari berbagai pihak (Coulombis,1981:132-135).
Faktor global system, juga berpengaruh dalam proses decision making. Mari kita flashback pada masa ketika sistem internasional kita menggunakan sistem balance of power, dampaknya pada kebijakan politik yang ada pada waktu itu akan berbeda dengan dampak sistem bipolar pada masa coldwar maupun pada masa sekarang. Karena para penstudi hubungan internasional tradisionalis menganggap bahwa kebijakan luar negeri adalah sebagai respon langsung atas kesempatan kesempatan dan tantangan eksternal, yang dalam hal ini adalah tantangan yang timbul sebagai dampak dari konstelasi sistem internasional yang ada pada masanya.

Decision-making model, pertama di populerkan oleh Richard C Synder, yang menyatakan bahwa studi hubungan internasional harus berasa diantara aksi, reaksi, dan interaksi antar state. Menurut Synder, state didini dikhususkan kepada para decision-makers, orang yang berada dibalik pertanggung jawaban atas kebijakan (Evans,1998:114) dan state actionnya (Kauppi,1987:205). Keterkaitan antara state dan decision maker ini membuat Hence membaginya kedalam dua penjelasan, (1) bagaimana seorang decision maker memandang sebuah problema dengan analisis secara subjektif dan (2) bagaimana sebuah state mengaplikasikan dan menggali potensi dari hasil pemikiran decision makernya.(Kauppi,1987:205)

Berangkat dengan asumsi dasar bahwa tindakan internasional dapat didefinisikan sebagai sekumpulan keputusan-keputusan yang dibuat oleh unit politik domestik, dimana para pemimpin negara (individual maupun kelompok) bertindak sebagai aktor utama dalam proses pengambilan keputusan, yang menekankan pada analisis jaringan birokrasi organisasi yang kompleks dengan berbagai prosedur kelembagaannya.(Perwita,2005:64)

Peranan kepemimpinan, persepsi, dan sistem kepercayaan dari para pembuat keputusan, arus informasi diantara mereka merupakan fakto penting untuk menjelaskan pilihan kebijakan yang diambil. Synder mengemukakan dalam procedural pembuatan kebijakan, model ini membuat apapun yang menjadi determinan dalam politik luar negeri akan diperhatikan dan dipertimbangkan oleh para pembuat keputusan. Sehingga kelebihan dari model ini adalah dimensi manusia menjadi lebih efektif karena dalam prosesnya tersebut peranan manusia, dalam hal ini decision maker sangatlah berperan(Perwita,2005:64)

Menurut Perwita, ada satu lagi percabangan dari model ini yaitu incremental decision making model yang memandang politik luar negeri sebagai suatu ektra dengan sifat ketakpastian dan kuranglengkapan informasi sehingga outputnya (decision) menjadi kurang rasional dan pilihan yang diambil hanyalah sebuah kesepakatan bersama tidak berdasarkan apakah output tersebut menyelesaikan permasalahan atau tidak. Dan proses decision-making suatu negara tidak dapat dipisahkan dari proses decision making negara lain, karena menurut pandangan realisme, proses ini ialah proses siklo yang tidak pernah berhenti, karena pun ketika sudah ada output daripada proses decision making sebelumnya yang sudah melalui proses blackbox, dimana semua interverensi masuk kepada pihak pengambil keputusan terhadap input yang ada, output yang terjadi itu pun akan berdampak, atau bahkan menjadi stimulus bagi input negara lain. Menurut perspektif realisme, blackbox yang ada memang benar- benar complicated dan sehingga memang layak dikatakan blackbox karena ke’hitam’annya. Lain menurut neoliberalis, yang mengannggap blackbox masih dapat di telusuri secara mekanisme structural dalam usaha pembuktian alur proses yang ada dip roses blackbox tersebut.

Menurut saya pada masa sekarang, lebih tepat jika dikatakan bahwa politik luar negeri sebaiknya mengadaptasi segala tindakan mereka berdasarkan perspektif adaptif, strategis, dan sehinggga proses pengambilan keputusan bisa berjalan dengan maksimal, entah dengan keputusan individual, kelompok kepentingan, maupun melalui musyawarah birokratis tentunya diimbangi dengan pertanggung jawaban dari sumber pembuat keputusan tersebut. Sehingga output dari proses decision making itu pun berkualitas baik, dalam artian menggunakan rasionalitas dan dapat dipertanggung jawabkan oleh pihak-pihak yang mengusulkannya, baik individu maupun yang lainnya.

Akan tetapi masih ada hal yang menjadi pertanyaan bagi saya sendiri, jika memang ada varaibel birokrasi yang bisa dipahami sebagai variabel yang mencakup individual dan juaga kelompok kecil, tentunya kedua variabel itu sudah tidak berjalan sendiri, namun diakomodir oleh variabel birokrasi, lalu apa fungsi kedua variabel ini.

Daftar pustaka

Perwita ,DR. Anak Agung Banyu & DR. Yanyan Mochammad Yani. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA.

Couloumbis,Theodore A & Wolfe,James H.1981.Pengantar Hubungan Internasional,Keadilan dan Power .A Bardin:Bandung

Kauppi, Mark V dan Viotti, Paul R,1987.International relation theory: realism, pluralism,globalism, and beyond. Needham:Allyn and Bacon.

Evans, Graham.1998.The penguin dictionary of International Relation.London: Penguin books.

Minggu, 27 Juni 2010

do I enough American part-5

Week 10-Foreign Policy : History & perspectives

1.Munich Paradigm & Vietnam Paradigm

· Paradigma kita adalah sumber dari mana sikap dan perilaku kita mengalir. Paradigma sama seperti kacamata, dia mempengaruhi cara kita melihat segala sesuatu dalam hidup kita. Perubahan paradigma mengubah kita ke arah yang positif atau negatif, entah bersifat spontan atau bertahap.

· Munich Paradigm dan Vietnam paradigm merupakan paradigma utama yang digunakan Amerika dalam memandang dunia, dalam hal ini seperti dasar dalam mengambil keputusan dan merumuskan kebijakan luar negerinya.

· Selama bertahun – tahun kebijakan luar negeri Amerika adalah isolationism yaitu masa bodoh dengan urusan negara lain, namun kebijakan ini berubah semenjak berkobarnya Perang Dunia kedua.

· Munich paradigm merupakan paradigma yang berasal dari peristiwa gagalnya perjanjian Munich tahun 1938.

· Pada tahun itu, perdana menteri Inggris Neville Chamberlain memutuskan untuk mengeluarkan kebijakan appeasement bagi Hitler. Ia mengijinkan Hitler mengambil sebagian dari Ceko dengan harapan agar Hitler menghentikan invasinya dan tidak mengambil alih Ceko sepenuhnya.

· Namun beberapa bulan kemudian Hitler melanggarnya. Kebijakan appeasement gagal, jutaan nyawa menghilang, dan Hitler berhasil mendapatkan Ceko sepenuhnya serta melanjutkan ekspansinya kembali. Hal ini membuat Amerika percaya bahwa demi menjaga perdamaian dunia, harus dilakukan usaha-usaha yang bersifat lebih preventif.

· Intervensi Amerika Serikat dalam paradigma Munich sangatlah menunjukkan kesan bahwa Amerika Serikat sangat mempunyai ’peran’ dalam memelihara perdamaian dunia. Intervensi Amerika Serikat di paradigma Munich sangatlah rumit. Amerika Serikat bahkan menempatkan posisinya sebagai negara netral dalam Perang Dunia II, semenjak serangan Jepang ke Pearl Harbour intervensi Amerika Serikat berubah menjadi pernytaan perang. Intervensi Amerika Serikat dalam kebijakan Hitler merupakan sesuatu hal yang sangat berpengaruh terhadap jalannya Perang Dunia II. Intervensi Amerika Serikat mampu membuat Hitler berpikir ulang terhadap rencana invasinya ke Polandia dan Ceko.

· Kebijakan Intervensi militer Amerika ini berlanjut hingga perang dingin. Selama perang dingin Amerika sering sekali mengintervensi negara lain, terutama terhadap negara–negara yang berada dibawah ancaman pengaruh komunis. Contohnya adalah Proxy Wars yaitu, Perang Korea, Perang Vietnam.

· Perang Vietnam berlangsung dari tahun 1959 sampai tahun 1975(Brigham&Atwood dalam Microsoft Encarta,2009). Vietnam sendiri terbagi atas dua kubu dalam perang tersebut, yakni Vietnam utara dan Vietnam selatan. Vietnam utara dikontrol oleh kaum komunis, sedangkan Vietnam selatan dikontrol oleh orang-orang non-komunis. Perang Vietnam merupakan sebuah paradox bagi Amerika. Didorong oleh kepercayaan akan teori domino dan containment policy Amerika menyerang Vietnam dengan harapan komunis tidak menyebar ke Asia Tenggara. Namun pada akhirnya ternyata perang itu sendiri sangatlah sia – sia. Amerika kehilangan nyawa 58.000 serdadunya,menghabiskan dana perang lebih dari $15 miliar, mengalami defisit anggaran yang kemudian memaksa Amerika untuk menghentikan Bretton Woods System(Departemen Luar Negeri AS,2000). Dengan mengalami kekalahan dan banyak kerugian, Amerika juga mendapati kenyataan bahwa ketakutan pada kemungkinan komunis akan menyebar akhirnya tidak terbukti. Kecuali Myanmar dan Kamboja, tidak ada negara di Asia Tenggara yang jatuh ke pelukan komunis.

· Kekalahan pada perang Vietnam menyadarkan Amerika bahwa kebijakan intervensi militer tidak selamanya berhasil. Amerika seharusnya tidak menyelesaikan masalah melalui aksi militer dengan berlagak sebagai polisi dunia. Masih banyak cara lain yang dapat ditempuh Amerika untuk membendung komunis dan menjaga perdamaian, seperti diplomasi dan cara–cara halus lainnya. Intervensi militer pada akhirnya justru membawa masalah baru, seperti trauma bagi para penduduk, dana militer yang besar, serta potensi menyulut emosi dunia. Cara– cara halus seperti diplomasi dan penggunaaan pendekatan terhadap low politics issues seperti overcome kemiskinan, justru lebih berpengaruh. Hal ini kemudian tampak dari adanya beberapa perjanjian-perjanjian diplomatik antara Amerika Serikat dengan beberapa negara Eropa dan negara-negara lain, seperti konvensi Helsinki yang menghasilkan Final Act, bertindak sebagai penengah dalam konflik Mesir-Israel, serta turut berperan dalam traktat pengembalian terusan Panama.

2.Monroe Doctrine, Truman Doctrine, Nixon Doctrine, Bush Doctrine

· James Monroe merupakan presiden ke-5 Amerika Serikat yang populer karena popularitasnya yang sangat tinggi.

· Selain itu, Presiden Monroe mencetuskan suatu doktrin yang populer dengan sebutan “Monroe doctrine” (1823) yang pada intinya menentang dominasi orang-orang Eropa di benua Amerika. Dan populer dengan istilah “America for Americans”. Dalam doktrin ini juga disebutkan bahwa Amerika tidak ikut campur dengan urusan bangsa lain, namun sebaliknya, Amerika juga tak mau dicampuri oleh bangsa lain.

· Secara garis besar, doktrin Monroe yang dicetuskan Desember 1823 ini mengandung beberapa poin sebagai berikut:

o Dunia Barat/Benua Amerika tak lagi terbuka untuk penjajahan

o Sistem politik Amerika Serikat berbeda dengan Eropa

o Amerika Serikat akan melihat segala bentuk intervensi sebagai ancaman keamanan Negara.

o Amerika Serikat akan menahan diri dari partisipasi di Perang Eropa dan tak akan mengganggu koloni yang ada di benua Amerika.

· Adapun, doktrin Monroe ini membawa beberapa dampak. Di lain sisi, doktrin ini mampu menegaskan bahwa kekuatan Kerajaan Spanyol tidak akan dapat masuk ke Amerika, namun di lain sisi ini berdampak pada menguatnya Angkatan Laut Inggris.

· Doktrin ini sukses menahan Prancis dan Spanyol untuk berada di luar region, tapi Inggris akan menjadi kekuatan dagang yang dominan di Amerika Latin.

· Meski ide-ide yang dibawakannya bukan merupakan ide yang benar-benar baru, namun Monroe adalah presiden AS pertama yang berani mendeklarasikan dan memasukkan nilai-nilai di atas ke dalam kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Doktrin ini dikenal sebagai kebijakan AS yang terbaik mengenai benua Amerika.

· Doktrin Truman merupakan doktrin yang dicetuskan oleh Harry S. Truman, presiden AS ke 33 merupakan reaksi atas krisis yang terjadi dalam rangka memerangi pengaruh komunisme di dunia.

· Tahun 1947, decade di mana dicetuskannya doktrin ini oleh presiden Truman, dilandasi atas keyakinannya akan Efek domino dari pengaruh komunisme, yakni jika komunisme sudah menjangkiti salah satu dari Negara yang ada (yang menjadi sentral disini adalah Turki dan Yunani), maka pengaruh komunisme tanpa dapat dibendung akan menjangkiti Negara-negara di sekitarnya.

· Dalam doktrin ini, Truman mengeluarkan anggaran sebanyak 400 juta dollar atas izin Kongres untuk membendung komunisme di Turki dan Yunani.

· Doktrin ini menjadi pedoman politik AS dan merupakan kebijakan containment atau pembendungan untuk membendung pengaruh Uni Sovyet secara politik dan ideology.

· Doktrin Truman ini dibuat pada masa Perang Dingin, dimana doktrin ini menjadi landasan Amerika untuk berperang dalam perang dingin sampai 30 tahun mendatang.

· Doktrin ini menggantikan doktrin Monroe yang sebelumnya menjadi doktrin terkuat di Amerika Serikat. Dengan adanya doktrin ini pula, hal ini mendorong terciptanya Marshall Plan yang diratifikasi pada tahun 1948, dimana Amerika akan membantu Negara-negara Eropa yang mengalami kerugian besar akibat peperangan

· Doktrin berikutnya yang terkenal di Amerika Serikat adalah doktrin dari Presiden Richard Nixon, presiden ke-36 dan 37 Amerika Serikat yang dikenal dengan nama Nixon doctrine atau Guam doctrine.

· Doktrin ini dibuat pada masa Perang Vietnam di Indochina, dimana Presiden Nixon menyatakan rencananya kepada pers di Guam, Pasifik tanggal 25 Juli 1969, mengenai strategi Amerika Serikat menghadapi menyebarnya komunisme di region Asia Tenggara serta menyebarnya pengaruh Uni Sovyet di dunia.

· Dalam perang Vietnam yang terus berlangsung, Presiden Nixon mengambil suatu keputusan yang populer dengan istilah “Vietnamisasi”yakni melatih prajurit-prajurit Vietnam Selatan (The Army of Republic Vietnam) dan membawa pulang tentara AS yang ada disana meski masih berkecamuk perang di Vietnam.

· Presiden Nixon melakukan penarikan Tentara AS dengan maksud untuk menciptakan perdamaian dan ia mengkritik kebijakan Presiden Johnson yang memiliki rencana untuk mengirimkan pasukan AS ke Vietnam. Namun hal ini mengesankan kekalahan AS pada perang Vietnam tersebut.

· Doktrin Bush dibuat oleh presiden George W. Bush sebagai wujud dari kebijakan AS war on terrorism akibat dari tragedy 9 September 2001 yang mengguncang Amerika. Buah menyatakan doktrinnya ini pada tanggal 20 September 2001 di hadapan Kongres yang pada akhirnya sangat populer, yakni Enter you with us or you are with terrorist.

· Secara tak langsung, doktrin Bush ini membagi dunia kepada 2 pihak, yakni Negara yang menolak dan mendukung terorisme. Untuk selanjutnya, doktrin ini seolah-olah menjadi dasar penyerangan Bush ke Afaganishtan.

· Setelah menyatakan di hadapan Kongres mengenai doktrinnya, Bush kembali berpidato di hadapan lulusan akademi militer West Point mengenai doktrin preemption yang terkenal dengan Preemptives Military Strikes Doctrine sebagai bagian dari strategi mempertahankan kepentingan nasional AS. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan terjadinya invasi ke Iraq.

· Dalam doktrin preemption tersebut, Bush menekankan pentingnya AS untuk menjaga kepentingan nasionalnya serta mewaspadai tiap serangan dari teroris. Buah menunjuk Irak, yang mana menurut Bush menyimpan senjata pemusnah missal dan merupakan markas dari teroris. Dengan doktrinnya ini, Bush menekankan pada warga AS untuk berpandangan ke depan, tegas, dan mendahului musuh (preemptif).Preemption berarti mendahului peperangan terhadap Negara lain yang sedang mempersiapkan serangan dan merupakan hak tiap Negara. Namun hal ini berpotensi untuk menimbulkan adanya agresi militer.

3.Containment Policy

· Pada saat itu lah Amerika Serikat merasa dunia tidak lagi aman bagi Demokrasi. Oleh karena itu lah mereka mengeluarkan suatu politik luar negeri untuk mempertahankan ideologi tersebut. Politik tersebit dikenal dengan Containment Policy.

· Containment Policy ini. Kata “containment” dalam Containment Policy berasal dari kata “to be contained”, yang bersinonim dengan kata “to be isolated”, yang artinya adalah pengisolasian, pengekangan, atau pembatasan. Sedangkan Policy berarti kebijakan, atau politik. Containment Policy bisa diartikan sebagai politik pembatasan. Yang hendak dibatasi dari kebijakan ini adalah komunisme itu sendiri, agar dunia menjadi tempat yang aman bagi demokrasi.

· Dengan kata lain, Containment Policy adalah sebuah politik luar negeri Amerika Serikat yang digunakan untuk membendung penyebaran komunisme di seluruh penjuru dunia.

· Revolusi komunis di Uni Soviet menyebabkan Soviet menjadi negara komunis. Revolusi ini menyebabkan seluruh pemimpin negara di Eropa Barat untuk membentuk suatu kesepakatan untuk membendung Soviet. Komunisme yang berkembang di Soviet dianggap bisa mempengaruhi semua dunia untuk join dengan mereka. Hal ini dianggap berbahaya, karena negara di Eropa Barat lebih prefer ke liberalisme daripada komunisme. Hal inilah yang membuat Perancis membentuk suatu aliansi negara-negara anti-komunis yang bertujuan untuk membendung pergerakan komunisme tersebut. Tindakan ini dikenal dengan nama “cordon sanitaire”. Diikuti juga oleh presiden Woodrow Wilson, yang membentuk suatu karantina untuk membendung komunisme, dan juga ingin menciptakan dunia yang aman bagi demokrasi melalui “14 Points” nya. Inilah titik awal kebencian negara-negara Eropa Barat dan Amerika terhadap komunisme.

· Pasca Perang Dunia 2, terdapat dua peristiwa yang menjadi turning point dari Containment Policy. Yang pertama adalah Warsaw Uprising, dimana warga Polandia berjuang mati-matian untuk bebas dari genggaman Nazi Jerman. Pada saat PD 2, negara-negara barat beraliansi dengan Soviet, untuk meredam Jerman, Jepang, dan Italia. Di detik-detik akhir perang, diadakan sebuah konferensi yang dikenal dengan Yalta Conference, yang berisi bahwa sekutu (termasuk Soviet) akan bekerjasama untuk memukul mundur Nazi dan Jepang. Salah satu hasil dari konferensi itu, adalah Soviet setuju untuk membantu Polandia dalam mengusir Nazi, dan membiarkan demokratisasi di Polandia. Tapi, pada saat warga Polandia berperang dengan Jerman, pasukan Soviet tidak membantunya. Mereka malah menunggu kedua pihak kelelahan, dan menyerang mereka semua, yang nantinya membuat Polandia jatuh ke tangan komunisme Soviet.

· Kedua, penolakan Soviet untuk mendukung World Bank sebagai hasil dari Washington Concensus. Pada saat itu, Kongres Amerika Serikat melayangkan surat kepada kedutaan Amerika di Uni Soviet, menanyakan kenapa Uni Soviet tidak mendukung munculnya World Bank. Telegram balasan dari George F. Kennan tersebut berisi tentang pemahamannya terhadap kondisi di Uni Soviet pada saat itu, yang isinya adalah Uni Soviet memerangi liberalisme. Isi telegram itu, secara tersirat, juga menjelaskan bahwa terdapat suatu strategi untuk melemahkan pengaruh Uni Soviet, yaitu sebenarnya keadaan Soviet sangat labil dan lemah di dalam. Mereka sengaja menutup diri dari dunia non-komunis. Oleh karena itu, mereka butuh untuk melakukan komunisasi. Komunisasi tersebut, menurut pihak Amerika, bergerak berdasarkan Teori Domino. Dari telegram itulah lahir Containment Policy.

· Teori Domino adalah sebuah teori yang menggambarkan negara-negara di dunia ini adalah sebuah domino yang diberdirikan. Jika satu domino jatuh, maka domino-domino lain akan jatuh juga. Pengaruh komunisme digambarkan dengan jatuhnya domino tersebut. Maka, jatuhnya domino-domino di sekitarnya menggambarkan negara-negara di sekitarnya juga ikut terpengaruh oleh komunisme. Nantinya, bila semua domino jatuh, maka artinya semua negara di dunia ini sudah terpengaruhi oleh komunisme.

· Containment Policy memiliki dua wajah, seperti koin.

§ Wajah pertama adalah appeasement, yaitu suatu cara untuk mencapai tujuan politis, dalam hal ini adalah meredam penyebaran komunisme di dunia, dengan damai, tanpa kekerasan. Walaupun di dalam dunia politik, cara ini dianggap cara pengecut (cowardice), namun cara ini cukup efektif. Appeasement dilaksanakan melalui pemberian bantuan ekonomi kepada negara-negara non-komunis. Contohnya adalah Marshall Plan, yaitu pemberian bantuan ekonomi kepada negara-negara non-komunis. Kebijakan yang dicetuskan oleh George C. Marshall ini dimaksudkan untuk mencegah penyebaran paham komunis itu sendiri.

§ Cara yang kedua dikenal dengan nama rollback, yaitu pencapaian tujuan politis dengan violence, atau kekerasan. Cara ini dimaksudkan agar komunisme me-rollback, dengan memukul mundur mereka dengan menggunakan kekuatan militer. Contohnya adalah perang yang terjadi di Vietnam dan Korea.

· Politik luar negeri ini telah mempengaruhi beberapa kebijakan luar negeri yang diterapkan oleh presiden-presiden Amerika Serikat. Diantaranya adalah sebagai berikut:

      • Presiden Harry S. Truman dengan “Truman Doctrine”, yaitu pemberian bantuan kepada Turki dan Yunani agar kedua negara tersebut tidak jatuh ke tangan komunisme
      • Presiden Dwight Eisenhower, John F. Kennedy, dan Lyndon Johnson, yang melakukan “rollback” ke negara-negara yang diserang ideologinya oleh komunisme, seperti Vietnam dan Korea.
      • Presiden Richard Nixon, dengan détente, yang menginginkan adanya cool-off dari hubungan Amerika-Soviet, agar tidak terjadi kehancuran massal.
  • Selain itu, politik ini juga memiliki beberapa efek terhadap kehidupan, baik domestik Amerika dan di dunia internasional, seperti:

1. Adanya perluasan di birokrasi Amerika, yang melahirkan organisasi atau badan pemerintahan baru seperti National Security Agency

2. Adanya Iron Triangle, yaitu keadaan interdependensi yang kompleks antara kongres Amerika dengan militer serta industri. Jika kongres mengambil keputusan untuk menginvasi negara lain terkait apapun, mulai dari komunis sampai senjata pemusnah massal, maka militer Amerika akan melaksanakannya. Kekuatan militer terletak di persenjataan mereka, yang dihasilkan oleh beberapa industri di Amerika. Jika berhasil, kongres mendapat image yang baik, dan mungkin mereka bisa dipilih lagi. Bagi militer, mereka bisa naik pangkat, dan bagi industri, mereka bisa memperoleh banyak keuntungan dari produk yang mereka jual.

3. Anti-komunis histeria, yaitu suatu keadaan dimana seseorang bisa diblacklist, bahkan sampai dipenjara karena dituduh sebagai komunis.

4. Meletusnya perang-perang, seperti di Korea dan Vietnam.

5. Runtuhnya Uni Soviet.

4.Foreign Policy in War on Terrorism

· Hari Selasa, tepatnya pada tanggal 11 September 2001, barangkali merupakan hari paling kelam dalam sejarah Amerika modern.
· Pada aksinya tersebut para teroris ini menggunakan strategi pembajakan terhadap beberapa pesawat Boeing 767 milik American Airlines untuk menghindari pantauan radar Amerika Serikat. Pesawat pertama datang dari arah Boston dan menghantam bagian Utara gedung WTC lalu kemudian disusul dengan tabrakan pesawat lainnya yang menghantam bagian Selatan gedung WTC sehingga menyebabkan ledakan yang begitu besar dan meruntuhkan seluruh gedung.
· Menara World Trade Centre atau yang dikenal dengan sebutan ‘menara kembar WTC’ yang merupakan kebanggaan serta jantung perekonomian yang didalamnya terdapat 1000 perusahaan komersial, runtuh dalam tidak lebih dari beberapa jam.
· Selain menara WTC, sasaran lainnya adalah Gedung Pentagon di Washington, Gedung Putih dan Gedung Kongres (Capitol Hill). Namun dua pesawat yang diduga akan ditabrakkan ke dua tempat terakhir tersebut jatuh di daerah Pennsylvania. Akibat peristiwa tersebut, diperkirakan kurang lebih 3.000 orang tewas dan ribuan lainnya cedera. Peristiwa ini kemudian lebih dikenal dengan tragedi 9/11.
· Kemudian pada malam harinya Presiden Bush mengutuk tindakan tersebut dan berkata:
“We will make no distinction between the terrorists who committed these acts and those who harbor them. America and our friends and allies join with all those who want peace and security in the world and we stand together to win the war against terrorism.”
· peristiwa 9/11 merupakan titik penting yang berpengaruh besar pada kebijakan dalam dan luar negeri Amerika Serikat sehingga menjadi titik tolak persepsi untuk memerangi Terorisme sebagai musuh internasional.
· Tidak lupa dalam pidatonya presiden Amerika Serikat yang saat itu dijabat oleh George W. Bush memproklamirkan untuk pertama kalinya perang melawan terorisme ( War on Terrorism) dan mengajak sekutu-sekutunya untuk melakukan tindakan yang sama seperti dirinya, bahkan ada ungkapan “Either you are with us or againts us” pernyataan ini mengatakan bahwa negara yang tidak bergabung dengannya (Ameriak Serikat) dalam politik war on terrorism dianggap bersekongkol dengan teroris.
· Kebijakan War on Terrorism ini juga didukung oleh 94% anggota Kongres.
· Dengan berdalih membasmi terorisme Amerika Serikat melakukan penyerangan membabi buta terhadap Afghanistan pada tanggal 7 Oktober 2001, namun setelah Amerika Serikat menduduki ibukota negara tersebut ternyata tuduhan bahwa Afghanistan menyembunyikan teroris macam Osama bin Laden tidak terbukti.
· Kebijakan war on terrorism sejatinya banyak dipengaruhi oleh kelompok neokonservatif Amerika Serikat. Kelompok ini merupakan salah satu dari kelompok kepentingan di Amerika Serikat yang walaupun anggotanya sedikit, namun banyak menduduki posisis-posisi strategis dalam pemerintahan George W. Bush.
· Mereka berpendapat bahwa sebagai negara besar, Amerika Serikat dianggap layak untuk menyingkirkan ancaman-ancaman di segenap penjuru dunia, baik ancaman militer maupun terorisme
· Dalam pandangannya, dunia hanya bisa mencapai perdamaian melalui kepemimpinan kuat AS, dan untuk mencapainya akan digunakan upaya diplomasi ataupun tindakan militer serta setiap rezim yang mengancam kepentingan AS dan sekutunya akan dihancurkan dan diganti dengan pemerintahan yang pro-Amerika Serikat

· Beberapa tahun setelah kebijakan war on terrorism ini diluncurkan ternyata dalam jajak pendapat dari 100 pakar kebijakan luar negeri yang dilakukan oleh Center for American Progress, mayoritas bipartisan (84%) menyatakan bahwa Amerika Serikat tidak memenangkan perang melawan terorisme, dikarenakan perang melawan ‘teror’ adalah perang nihilis: tanpa akhir yang jelas, tanpa musuh yang jelas, dan tanpa batas wilayah yang jelas

· Dan secara keseluruhan mereka sepakat bahwa pemerintah AS gagal dalam upayanya membangun keamanan di tanah air. Serta pada akhirnya kebijakan War on terrorism ini malah menjadi bumerang bagi George W. Bush yang menggunakannya dulu untuk mendongkrak popularitas, kini berbalik menjatuhkannya dan membuatnya menerima kecaman dimana-mana.

5.Isolationism

· Isolasionisme merupakan sebuah paham di Amerika Serikat yang menyebabkan keengganan Amerika untuk terlibat dalam aliansi Eropa dan peperangan. Namun bukan berarti kaum isolasionis tidak tertarik dalam sistem internasional yang ada. Sebagai buktinya, kaum isolasionis tidak menyangkal bahwa Amerika Serikat merupakan bagian dari negara hegemoni yang mendominasi perekonomian dunia maupun politik internasional. Amerika Serikat merasa bahwa aliansi Eropa yang terlibat selama itu bermotif atau memiliki serangkaian kepentingan. Isolasionisme merupakan istilah yang sering digunakan ketika terjadi perdebatan kebijakan luar negeri dan ketika seseorang memberikan penolakan atas kekuatan yang dimiliki oleh Amerika Serikat. Kata isolasionisme ini seringkali digunakan oleh para politikus sebagai gambaran atas Amerika yang harus menerima perannya sebagai negara hegemon. Namun bukan berarti adanya paham isolasionis ini dengan serta merta menghindarkan Amerika Serikat dari perang.

· Sejatinya, kaum isolasionis ini muncul di Amerika Serikat sejak jaman kolonial (abad ke delapan belas). Dimana pada mulanya karena adanya kolonialisme menyebabkan penduduk Amerika Serikat di dominasi oleh banyak orang yang melarikan diri dari Eropa. Salah satu alasan mengapa mereka hijrah adalah mereka memandang tempat asal mereka tidak kondusif lagi, dengan adanya penindasan agama, ekonomi dan perang yang terjadi pada waktu itu, Sehingga mereka memerlukan tanah air baru yang lebih baik dari sebelumnya. Adanya jarak yang membentang mengakibatkan negara Amerika yang disebut sebagai dunia baru menjadi terpisah dengan benua lainnya. Tokoh isolasionisme yang terkenal pada waktu itu adalah George Washington dan James Madison. Isolasionisme ini muncul bertahun-tahun sebelum kemerdekaan Amerika di deklarasikan. Bentuk pertama dalam sebuah pengkristalan dari isolasionisme ini tergambar dalam pembatasan hubungan antara Amerika dengan Prancis seperti yang di ungkapkan dalam karya Thomas Paine yaitu Common Sense, yang menyajikan berbagai argumen tentang pertentangan adanya bentuk aliansi antara Amerika dengan Prancis yang ketika itu jelas terlihat Kongres Kontinental merupakan sekutu dari Prancis.

· Selama tahun 1800an, Amerika memperluas wilayah dengan melaksanakan perang-perang yang dapat dikatakan bersifat isolasionis. Contohnya seperti Perang antara Spanyol dan Amerika (Spanish-American War) dimana mereka tidak mencoba melibatkan dan mencari aliansi-aliansi di Eropa. Titik klimaksnya ada pada Perang Dunia pada 1917 melawan Jerman dan sekutunya yang menghasilkan kemenangan di blok sekutu, Presiden Woodrow Wilson menawarkan suatu badan internasional bernama Liga Bangsa-Bangsa yang bertujuan untuk menjaga perdamaian dunia namun akhirnya gagasan Wilson karena ia telah lengser dan banyak orang Amerika yang percaya bahwa pengorbanan mereka dalam perang hanya berujung pada kerugian maka mereka menentang hal apa pun yang mungkin menyeret Amerika kembali ke medan perang termasuk tergabung dalam Liga Bangsa-Bangsa maupun Mahkamah internasional. Hal ini merupakan salah satu upaya untuk meminimalisir peran Amerika dalam hubungan internasional baik dalam bentuk konferensi maupun perjanjian antar bangsa-bangsa.

· Isolasionisme mengambil gilirannya pada tahun 1929. Dengan histeria ekonomi, AS memulai untuk fokus hanya pada perbaikan ekonomi di dalam perbatasannya dan mengabaikan dunia luar. Seperti demokratis kekuatan dunia sibuk memperbaiki ekonomi mereka dalam perbatasan mereka, kekuasaan fasis di Eropa dan Asia secara diam-diam dipindah oleh tentara mereka beralih ke posisi untuk memulai Perang Dunia II , tetapi ini adalah akibat langsung dari intervensi AS di Perang Dunia I, sebagai militer yang kuat kemudian mengambil tempat apa yang akan menjadi gencatan senjata dan pukulan yang sangat keras dari Jerman.

· Bentuk isolasionisme mengalami perkembangan seiring dengan sejarah Amerika yang juga ikut berkembang. Seperti yang terjadi sepanjang abad ke-19 dan awal abad ke-20 Amerika tetap terisolasi dalam ranah dunia politik karena didukung oleh faktor geografis yang membuatnya separated dengan Benua Eropa. Cara pandang kaum isolasionisme masih berpengaruh pada tahun 1823 ketika Presiden James Monroe mencetuskan Doktrin Monroe. Doktrin ini berisi bahwa Amerika Serikat tidak akan ambil bagian pada perang Eropa apabila hal tersebut tidak cocok dengan kebijakan yang mereka miliki.

· Namun kebijakan isolasionisme ini akan melemah ketika ia mendapat tekanan dari dunia politik internasional pada pertengahan abad ke-20. Tekanan ini berupa tindakan ekspansi Jerman dan Jepang yang kemudian mengancam kedaulatan Amerika Serikat. Isolasionis yang ada di Amerika Serikat ini menyebabkan Amerika Serikat hanya mengambil bagian kecil dalam hubungan internasional sehingga ini menyebabkan Amerika juga terisolasi dalam hal perdagangan yang menyebabkan Inggris tidak dapat menjual barang-barangnya ke Amerika Serikat sehingga menyebabkan Great Depression.

· Ciri-ciri seorang dapat digolongkan sebagai isolasionis menurut Gregory Bresiger dalam www.americaintheworld.com yang dapat diambil dari contoh antara perang Amerika dengan Irak, yaitu ketika kita mulai skeptis tentang perang irak yang terjadi. Ketika kita mulai berpikir bahwa keterlibatan Amerika di NATO dapat menarik AS ke dalam pertempuran, ketika kita menentang Clinton untuk membawa demokrasi ke Somalia dan mempertanyakan apakah demokrasi dapat dipergunakan di Irak mengingat hubungan Irak dan Amerika yang tidak kondusif, ketika kita tidak peka terhadap berita-berita di koran yang meliput peperangan dan kematian, dan yang terakhir ketika kita khawatir tentang ratusan aliansi militer yang terhubung dengan Amerika Serikat yang dapat menjadikan Amerika Berpotensi untuk terlibat dalam sengketa internasional. Itulah beberapa ciri-ciri seorang isolasionisme.

6.Liberal Internationalism

  • Sebenarnya liberlisme juga memiliki banyak keunggulan, dalam prespektif mennuntut manusia untuk berkompetisi dalam kehidupan politik, ekonomi maupun sosial mereka.
  • Seorang politikus Inggris John Locke yang menggagas Revolusi Amerika, di Amerika dia menyebarkan anggapan dia bahwa raja tidak memiliki hak mutlak kepada rakyat (Monarki Absolut), sehingga pada saat itu pembayaran pajak hanya akan menambah kas Inggris dan sangat bertentangan dengan nilai-nilai kehidupan dan kebebasan
  • . Dari situlah menjadi landasan deklarasi kemerdekaan Amerika oleh Thomas Jefferson yang mengangkat tentang kebebasan kolonialisasi dari Inggris dari abad ke-15.
  • Dasar pemikiran dia juga berasal dari Aristoteles dimana manusia lahir dengan segala kebebasan dan tidak ada ikatan dalam dunia Samawinya.
  • Kemudian James Medison menulis aturan-aturan pemerintahan dalam Bill of Right yang sudah mengacu pada liberalisme.
  • Perkembangan liberalisme tidak hanya ada dalam dunia politik saja, dalam dunia ekonomi munculah pemikiran tentang Revolusi Industri yang merupakan revolusi dimana kaum bangsawan dan gereja lebih memiliki kapital diberi kebebasan dalam mengembangkan berbagai Iptek mereka, tertanda dengan penemuan mesin uap oleh James Watt.
  • Teori absolut yang diangkat oleh Adam Smith memberi mereka kebebasan dalam mengeksploitasi lahan usaha mereka, tapi dengan kebebasan yang berlebihan yang biasa disebut invisible hand (tanpa campur tangan pemerintah) membuat kesetaraan dalam berdagang maupun berinvestasi mengarah pada Kapitalisme.
  • Dalam sisi lain Thomas Hobbes yang sebagai penulis kontrak sosial tidak seutuhnya yakin bahwa liberalisme akan berefek baik pada manusia. Menurut dia, manusia akan saling mencelakakan untuk mencapai tujuan mereka. Sehingga dia membuat pembatasan tentang hakikat manusia terhadap kebebasan yang tertulis dalam Kontrak sosial miliknya.
  • Liberalisme modern lebih bersifat fleksibel yang mngangkat segala isu dalam sosial, ekonomi maupun politik. Timbulnya pemahaman tentang ekonomi progresif maupun isi tentang feminisme tersebut merupakan dasar perkembanga pemikiran liberalisme modern.
  • Liberalisme modern itu sendiri menitik beratkan pada pembuatan konstitusi Ameika yang telah didasari oleh paham tersebut, dan dalam bidang ekonomi secara konstanta penerapan money investment atau dalam garis besarnya berada pada kapitalisisasi lahan maupun penerapan peraupan keuntungan dengan sebesar-besarnya yang hanya melihat tingkat manifesto yang ada. Dan biasanya para libertanis sangat oppurtunist sekali dalam segala hal, mereka hanya memandang uang adalah segalanya.
  • Hal yang menjadi tolak ukur perkembangan liberalisme di Amerika Serikat ditandai dengan The New Deal oleh Presiden Amerika Franklin D. Rosevelt (1882-1945). Pada tahun 1933 terjadi Great Depression pada pemirintah amerika karena makin menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat dan banyaknya penganguran disana.
  • Tapi disini ada perkembangan dengan meningkatnya kerja federal goverment dalam mengatasi permasalaan ekonomi dan pemerintahan. Dalam great depression itu memaksa seorang Rosevelt membuat deal baru dalam meredam diskriminasi yang terjadi perusahaan lama dan baru.
  • Pembuatan the new deal ini didasari oleh “ Relief, Recovery dan Reformasi”. Relief merupakan tahapan dimana setiap sepertiga penduduk yang mengalami depresi diberi bantuan Asuransi maupun kredit oleh pemerintah untuk daerah pedesaan.
  • Recovery merupakan pemulihan setelah pra-Depresi dimana upah tani yang terlalu rendah dinaikan dan mengekspor bahan ke negara lain untuk meningkatkan devisa mereka. Reformasi adalah bagian dimana dengan adanya intervensi dari pemerintahan diperlukan hal yang dapat merasionalisasikan dan menstabilkan ekonomi.
  • Dan mengerti akan keluhan petani, shingga semua akan selaras dan dapa berkembang dengan baik. Dalam hal ini Rosevelt juga menyampaikannya dalam forum LBB yang belum berganti menjadi PBB.
  • Liberalisme juga berkembang dalam perang dingin yang berkembang antara Amerika dengan Uni Soviet. Sebenarnya ini hanya perang ideologi keduanya yaitu perang ideologi antara Komunisme dan Liberalisme. Tapi dalam faktanya Amerika serikat juga menggunakan demokrasi sosial gaya eropa karena mereka menganggap bahwa itu akan membawa dampak yang besar.bagi humanitary dan natioanal security mereka.
  • Dalam tingkat konsensus mereka setelah perang dingin timbul berbagai padigma tentang untuk memisahkan antara pemikiran rasial liberalisme dan liberalisme politik.
  • Kebijakan ini diprakarsai oleh para replubikan seperti Lyndon Johnson dan Richard M. Nixon.
  • Dan mereka mengatas namakan itu menjadi Replubican Doctrine.
    • Hak-hak sipil juga hak yang tidak bisa dikesampingkan begitu saja. Gerakan separatis oleh para warga sipil untuk memperjuangkan kebebasan mereka mengungkapkan pendapat telah dbuktikan dengan adanya Civil of Right Act (1964) dan Voting of Rights Act (1965).
  • Dan deskrontruksi Konflik Vietnam juga menjadi tolak ukur dalam bagaimana pemerintahan dapat menaklukan tanah vietnam. Kita tahu bahwa vietnam paradigma merupakan anggapan disaat warga Amerika menyatakan bahwa Amerika merupakan Negara super power, padahal dalam faktanya Amerika Serikat mengalami kekalahan.dalam perang tersebut.
  • Richard M. Nixon merupakan seorang yang meneruskan perjuangan Johnson, tapi dalam tahap ini dan setelah perang vietnam. Nixon merubah arah kolonialisme Rep. Dominika yang berada di kepulauan Karibia. Sebelumlm ini banyak yang mengenal isilah Bay of pigs. Hingga saat ini perkembangan Liberalisme masih dipakai oleh Amerika Serikat sampai tahapan dimana Amerika Serikat terkena global crisis.
  • Liberalisme mengutamakan keberadaan hukum internasional dan moralitas sebagai kunci yang paling berpengaruh dalam peristiwa-peristiwa internasional. Teori Liberal menganggap bahwa masyarakat dunia itu makhluk yang memiliki sifat dasar yang baik, tidak merusak, sehingga dengan asumsi tersebut, terbentuknya PBB dan organisasi hukum lainnya dapat mengatasi kondisi masyarakat dunia dan menjadi fasilitator dalam penciptaan keamanan dan perdamaian dalam kerjasama hubungan internasional.

7.Realism

  • Realisme dalam Hubungan Internasional diartikan sebagai sebuah usaha dan analisa yang digunakan oleh negara tertentu untuk menunjukkan usaha dalam mengejar dan memperoleh kekuatan politik sebuah kepentingan nasional. Dalam Hubungan Internasional, Realisme sering digunakan sebagai istilah yang berlawanan dengan teori liberalisme. Teori liberalis sendiri adalah teori yang muncul dari ilmuwan asal AS dan bisa dikatakan bahwa negara AS sendiri adalah negara yang liberal dan telah diakui oleh banyak orang. Namun apakah benar, jika kita perhatikan dan kita hubungkan dengan foreign policy negara AS, seluruh kebijakan luar negeri AS merupakan implementasi dari teori liberal? Apakah ada kebijakan-kebijakan AS, khususnya foreign policy AS, yang sebenarnya adalah implementasi sebuah teori Realis? Didalam esai ini, kita berusaha mencari tahu mengenai adanya pengaruh teori realis dalam kebijakan-kebijakan AS.
  • Pertama, kita perlu mengetahui teori Realis itu sendiri. Ilmuwan-ilmuwan yang menggunakan dan memunculkan teori Realisme diantaranya yang terkemuka adalah Machiavelli, Hobbes, Hans Morgenthau, dan masih banyak lagi yang beraliran realis maupun neo-realis. Realisme itu ‘selfish’, menunjukkan dimana manusia itu berjuang untuk dirinya sendiri. Realisme memandang keadaan sosial politik di dunia internasional secara real, manusia hidup dalam dunia yang anarchy. Realisme memandang negara-negara hanya mengutamakan kepentingan nasional masing-masing. Pemimpin sebuah negara menggunakan segenap kekuatannya untuk mendapatkan kepentingannya namun dalam pelaksanaannya tidak dilakukan secara penuh perasaan moral dan rasa persahabatan. Realisme memang memiliki keyakinan bahwa dunia seharusnya dipandang secara rasional, bahwa dunia itu tidak dipimpin oleh pemerintahan yang sama, sehingga peluang terjadinya konflik kepentingan dapat terjadi kapan saja. Dalam buku karya Morgenthau-seorang realis klasik-, buku Politic Among Nations, terdapat 6 principles yang terkenal, dan salah satunya mengatakan bahwa masyarakat itu diatur dan diperintah oleh hukum objektif yang akarnya berada dalam human nature. Human nature yaitu salah satunya adalah hasrat manusia untuk selalu memperoleh kedudukan yang tinggi dan hasrat untuk memenuhi kebutuhan hidup individu masing-masing.
  • Sedangkan, teori Liberalis sendiri bertentangan dengan teori Realis.

8.Neoconservatism

  • Neokonservatisme berasal dari suatu pengembangan pemikiran konservatif dengan ide revolusinya yang pernah menaungi politik global Amerika pada masa 1970-an, pada masa presiden Ronald Reagan. Garis besar dari pemikiran konservatif ini adalah penggunaan kekuatan militer dan melakukan politik secara uniteralis (jika mengharuskan) dalam mencapai kepentingan nasional demi mencegah tindakan atau ancaman dari negara-negara yang disebut autokrasi dan rejim berbahaya serta aktor-aktor non negara seperti terorisme internasional.
  • Neokonservatisme sering kali diidentifikasi sebagai paham politik yang menunjukkan kecenderungan untuk menerapkan kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang agresif dan keras, yang menggambarkan tanggung jawab pemerintah federal Amerika Serikat untuk menyebar visi tentang kebebasan individual dan melindungi rakyatnya dari ancaman eksternal (Zachary Selden, 2004).
  • Kalangan neokonservatisme juga percaya bahwa Amerika sebagai negara superpower mempunyai tanggung jawab moral untuk menjadi pemimpin dalam tata dunia baru.
  • Lyndon Jhonson mencoba mengatasi efek neokonservatisme di Amerika pasca pemerintahan Reagan, yang pada saat itu ia menjadi wakilnya yang kemudian ia coba tangani melalui program reformer great society yang memiliki dua tujuan utama yakni pengentasan kemiskinan dan keadilan ras. Dan tidak berjalan seefektif seperti yang ia harapkan dikarenakan peranan partai Republikan pada masa pemerintahan yang sedang berada di grafik puncak pada masa pemerintahannya yang justru sedang sangat fanatic terhadap teori neokonservatis pada kala itu. Dan malah terjadi sebaliknya, evaluasi pasca pemerintahan Jhonson justru menorehkan kegagalan besar, yakni penurunan indeks ekonomi GNP dari 91% menjadi 71 %, begitu pun disisi lainnya dimana tindakan reformis great society tidak berjalan cukup efektif.
  • Neokonservatisme ini berkembang pesat pada saat pemerintahan George W. Bush Jr. Neokonservatisme banyak diterapkan ke dalam politik luar negeri Amerika pada masa pemerintahannya, terutama setelah tragedi 9/11. Karena neokonservatif yang diterapkan ke dalam politik luar negeri Amerika ini bertujuan untuk menyebarkan nilai-nilai demokratis. Amerika menganggap terjadinya aksi terorisme adalah karena kurangnya penerapan nilai-nilai demokratis di negara-negara Islam atau Timur Tengah. Maka dari itu Amerika melakukan invasi ke Irak dengan tujuan menyebarkan demokrasi tersebut dan dengan harapan terorisme akan berkurang bahkan mungkin hilang.
  • Pada masa pemerintahan Bush, bapak neokonservatif Irving Kristol banyak mempengaruhi politik luar negeri Amerika yang sentimen terhadap Islam. Kristol sendiri menolak menyebut neokonservatisme sebagai sebuah gerakan, melainkan keyakinan yang menyatakan kelompok progresif yang berani menatap realitas tak bisa tidak kecuali harus memilih neokonservatisme ini, sebuah paham sekuler yang tak lepas dari pengaruh yahudi. Mantan Wakil Presiden Dick Cheney, Menteri Pertahanan Donald Rumsfeld dan Deputi Paul Wolfowitz adalah pengikut setia ideologi neokonservatisme. Kristol pernah menyatakan, neokonservatisme adalah campuran pemikiran kekuasaan klasik dan idealisme. Amerika Serikat adalah luar biasa superior secara militer dibandingkan dengan negara-negara lain. Oleh sebab itu Amerika Serikat wajib 'mempertahankan demokrasi' di mana pun di dunia.
  • Pandangan politik Neo-Konservatif pada masa Bush ini adalah sebuah paradigma baru dari politik Konservatif yang pernah menaungi politik global AS pada masa 1970-an, masa presiden Ronald Reagan. Kembali berkembangannya paham ini dimulai pada pertengahan 1990-an, tepatnya musim panas 1997, saat terbentuk sebuah institusi pemikiran (think-thank) Project for New America Century (PNAC)
  • Selain PNAC terdapat pula pendukung politik Neo-Konservatif -yang disebut juga kelompok sayap kanan pemerintah (Hawkish)- lainnya yaitu American Enterprise Institute (AEI) sebuah think-thanks semacam PNAC, media-media anilisis atau forum ilmiah kebijakan seperti National Review, Commentary, Carniege Endowment of International Peace, The Heritage Foundation dan Weekly Standard, serta media-media massa cetak dan televisi seperti The Washington Post, Wallstreet Journal dan Fox News Studios.
  • Karena mayoritas penganut neokonservatif adalah Yahudi, maka politik luar negeri Amerika tidak lepas dari lobi-lobi kaum Yahudi. Lobi-lobi Yahudi-Amerika tersebut membentuk suatu organisasi seperti Jewish Institute for National Security Affairs (JINSA) serta American Enterprise Institute (AEI), yang banyak memberikan pengaruh bagi politik luar negeri Amerika. Terlihat dari adanya anggota kedua organisasi tersebut menempati posisi penting dalam pemerintahan Amerika, seperti Paul Wolfowitz sebagai penasehatan keamanan, Dick Cheney sebagai orang nomor dua dalam kepresidenan Bush, Richard Perle yang menjabat ketua Badan Pertahanan Nasional, dan juga Williams Kristol sebagai intelektual yang menelurkan pemikiran-pemikiran politik neokonservatif secara masif dalam perpolitikan di AS.
  • Draft paper yang dapat dikatakan melegitimasi pandangan kaum neokonservatif ini menginginkan adanya suatu perubahan rezim internasional - rezime change -, yang dipimpin oleh Amerika, sebagai pembawa nilai demokratis. Piagam tersebutlah yang menjadi acuan Bush, dalam melakukan berbagai invasinya ke wilayah Timur Tengah, ataupun negara-negara yang tidak ‘patuh’ terhadap Amerika.